Oleh : A. Arnas
Nasruddin
BUMN seperti PT PLN (Persero) dirancang khusus untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas Perusahaan guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Namun Dalam kenyataannya walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan dikarenakan berbagai kendala,
BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global.
Selain dari itu, ada imdikasi para oknum yang memanfaatkan Keberadaan Perusahaan Negara ini melalui "Keputusan Gelap yang berdampak pada timbulnya biaya-biaya siluman seperti halnya menjual stempel" dan perbuatan seperti ini harus segera di hentikan
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (pasal 91 UU/BUMN) dijelaskan bahwa Agar supaya Direksi dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, pihak-pihak luar manapun selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut campur tangan terhadap pengurusan BUMN termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh Direksi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Terutama PT PLN (Persero) yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang seharusnya setiap keputusan Pemerintah yang membidangi Kelistrikan akan selalu berpijak pada Peraturan Perundang-undangan yang merupakan suatu arahan yang lebih bisa dipertanggung jawabkan utamanya Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara yang diatur dengan Undang-Undang. Dan mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan segala beban-beban masyarakat dengan menunjuk sistem atau mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam mendukung pengelolaan BUMN. Jangan malahan bekerjasama dengan pihak lain lalu memanfaatkan kekuasaan dan membebankan Masyarakat melalui kebijakan sesat,
Suatu keanehan yang terjadi di Perusahaan Listrik yang merupakan milik Negara ini, yaitu PLN yang memiliki Daya listrik, namun yang berhak menentukan bisa atau tidaknya dapat dilayani pemasangan listrik bagi masyarakat sebagai konsumen setelah membayar "biaya Supervisi" untuk memperoleh Nomor Identitas Instalasi Tenaga listrik (NIDI) yang diterbitkan oleh Dirjen Kelistrikan. Padahal yang di ketahui, bahwa pemerintah adalah sebagai regulator bukan mengatur-atur Biaya Pemasangan Listrik yang merupakan Tugas Pemilik Daya (PT PLN).
Proses pemasangan listrik diduga terjadi penyelewangan, dan dengan penomena atas tindakan seperti itu yang terindikasi adanya nilai yang mengarah ke pungutan liar (Pungli) semestinya penegak Hukum segera turun tangan untuk menertibkan masalah yang cukup memungkinkan adanya kerugian bagi masyarakat sebagai pelanggan.
Penulis; Pengurus LSM DPP LIMIT (Devisi Sosial
Kemasyarakatan)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami