HR.ID - Perusahaan tambang Galian C. PT. Bintonik yang beroperasi di Bojong Tugu, Kec. Curug Kembar meninggalkan bekas galian yang tidak jelas arahnya. Bahkan alat Berat yang ia gunakan dilkasi tambang sudah menghilang dan menurut informasi warga alat berat tersebut telah di angkut oleh orang suruhan pihak PT. Bintonik
Pengangukatan alat berat dari lokasi pertambangan dilakukan oleh pihak penambang setelah mereka berurusan dengan LBH.Adibhrata Pirm. Dicky Eep Sutisna dan rekan) Cabang Jakarta yang beralamat kantor di Surade, Sukabumi. Hal ini terkait adanya sengketa lahan antara pemilik dan salah seorang warga dan dijadikan rujukan oleh pihak LBH untuk menggugat dan PT. Bintonik oleh pengadilan diputuskan bersalah dan wajib meninggalkan lokasi pertambangan.
Permasalahan yang diangkat oleh pihak LBH Adhibrata yakni adanya ketentuan Amdal (administratif dampak lingkungan) yang tidak dipenuhi oleh pihak perusahan penambang yang terkesan semaunya. Selain itu status tanah yang dijandikan lokasi tambang adalah hak milik orang lain, sedangkn pemiliknya tidak pernah merasakan manfaat dari hasil tambang yang dikelola oleh perusahaan.
Olehnya itu Pemilik tanah memilih memberi kuasa kepada LBH Adhibrata, Sukabumi Cabang Jakarta. Mereka meminta perlindungan hukum dan pengurusan tanah yang diketahui tanah tambang galian c itu masih berstatus tanah milik bapak Ecen yang beralamat di kampung Puncak, Cilang RT.03/06 desa Bojong Tugu, Kec, Curug Kembar, kab sukabumi, sesuai akta notaris. PPATS. kec Curug Kembar.
“Luas tanah. 15.000 meter persegi itu adalah milik bapak Ecen. Krnologis awal, Pak Ecen meminjam uang kepada H. Payatak sebesar 50 jita, tidak pake jaminan atau tidak ada jamina. Ini berjalan lama, Ecen belum mampu membayarnya dengan alasan belum punya uang,” terang Dicky Eep Sutisna (23/9/20).
Selanjutnya diceritakan, Dicky, karena kelamaan, H. Payatek menagih dan meminta akta tanah tersebut dari Ecen dan itu dipenuhi. Namun yang disangkan adalah tanah tersebut di kontrakan atau dipersewakan ke perusahaan PT. Bintonik dengan jangka waktu selama 20 tahun. Ini dilakukan tanpa kordinasi ke pihak yang punya tanah.
“Disitu letak kesalahan H. Payatek tersebut, Karena tanpa Koordinasi,” kata Dicky
Dari permasalahan itu, maka si korban menggugat lewat
LBH Adibharta. Hasil persidangan di pengadilan memutuskan PT. Bintonik kalah
dan tidak berhak menggunakan fasilitas tambang tersebut sehinggah mereka
memilih meninggalkan lokasi tambang. Akan tetapi masalahnya belum terselesaikan
hingga kini oleh karena sertifikat belum kembali kepada si pemilik. Admin PT. Bintonik sulit untuk dihubungi
sementara sertifikat ada pada pihak perusahaan.
Red: (Didin)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami