HR.ID - Organisasi tertinggi
dibidang Pers saat ini telah terpecah.
Setelah Dewan Pers mendapat banyak kritikan utamanya dari peraturan yang
kadang dianggap merugikan para insan Pers semisal aturan wartawan mesti harus
memiliki Kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW) akhirnya dibentuklah Dewan Pers
reformasi yang diberi Nama Dewan Pers Indonesia (DPI).
Pembentukamn DPI diawal
tahun 2019 ini juga tidak terlepas dari isu yang berkembang jika media yang
tidak Tervrefikasi oleh Dewan Pers maka tidak dibolehkan bekerja sama dengan
Pihak Instansi yang berada dibawah naungan pemerintah.
Terkait dengan yang satu
ini, sebenarnya telah berulangkali disampaikan oleh pembesar Dewan Pers bahwa Dewan Pers
mengakui tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur kerjasama antara Pemerintah
Daerah (Pemda) dengan perusahaan media. Namun pihak Dewan Pers hanya ingin
media yang diajak kerjasama itu taat mematuhi Undang-undang Pers dan Peraturan
Pers. Sebagaimana diketahui dalam Undang-undang Pers, bahwa media harus
berbadan hukum, menyebutkan penanggungjawab dan alamat.
Hendry Chairudin Bangun,
Wakil Ketua Dewan Pers usai menjadi narasumber sosialisasi di gedung DPRD
Kabupaten Blitar, pada Selasa (21/1/20) lalu mengatakan Setiap perusahaan media boleh melakukan
kerjasama dengan siapa saja, asalkan bisa memenuhi syarat UU nomor 40 1999
tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers. Artinya kewenangan penuh berada ditangan
Pemda.
Sebelumnya yakni pada akhir
tahun 2019 di Banjarmasin, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun
mengklarifikasi terkait adanya Surat Edaran Dewan Pers yang menyebutkan tentang
pelarangan kerja sama kontrak pemerintah daerah dengan media yang belum
terverifikasi. Menurut pengakuannya saat
itu bahwa Surat Edaran itu hoaks. Jadi Dewan Pers, kena hoaks juga. "Tidak benar
kami menerbitkan Surat Edaran itu."
Ketua komisi Dewan
Pendidikan Jamalul Insan di lantai 7 Sekretariat Dewan Pers ketika Audensi
dengan PWI Muba Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang mendatangi
kantor Dewan Pers, Jakarta Selasa 05/11/19 juga memberi penjelasan bahwa Tidak
ada dan tidak pernah Dewan Pers mengeluarkan edaran atau aturan terkait syarat
media harus terdaftar di Dewan Pers untuk bekerja sama dengan Pemerintahan.
Pemimpin Redaksi HR.ID, Andi
Ms Hersandy, ikut menanggapi masih banyaknya pihak instansi dibawah naungan
pemerintah yang mempertanyakan kepada Media tentang vrefikasi Dewan Pers untuk
melayani kerjasama itu sungguh sangat keliru.
Mestinya pihak instansi pemerintah itu lebih mengetahui akan hal itu dan
bukan menjadikan sebagai suatu alasan untuk menolak perusahaan media untuk
bekerjasama dengannya.
Untuk saat ini sudah ada
ribuan Media yang justru meninggalkan Dewan Pers dan mereka lebih memilih Dewan
Pers Indonesia sebagai wadah Insan Media yang dianggap lebih transfaran. Ini tercermin saat DPI lakukan kongres
pertama, Heintje Mandagi, sebagai ketua mengatakan dengan terbentuknya Dewan
Pers Indonesia melalui Kongres Pers Indonesia 2019 ini, maka kedepan tidak ada
lagi kasus kriminalisasi terhadap jurnalis di tanah air.
Selain itu, Ketua Umum DPP
Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) yang turut hadir pada kongres DPI tahun
2019 di Jakarta itu berharap kepada Pemerintah baik di pusat maupun di daerah,
termasuk verifikasi wartawan dan media bukan lagi menjadi tunggal ditangani
dewan pers seperti yang terjadi selama ini.
Bahwa tidak ada lagi kriminalisasi pers di seluruh Indonesia, karena
kita punya tubuh sendiri, aturan sendiri. Nah, itu yang kita implementasi,
jangan ada lagi verifikasi media oleh Dewan Pers.
Menurut informasi DPI telah
mengirimkan surat kepada presiden untuk dalam mengingatkan agar tak lagi
terjadi kriminalisasi terhadap pekerja pers.
Dengan hadirnya DPI maka pers media punya aturan sendiri, Dewan Pers
Indonesia dan seluruh organisasi pers dia (Sekber Pers Indonesia) lah yang
berhak memverifikasi,
Dewan Pers Indonesia dikabarkan juga telah membuat surat pemberitahuan ke seluruh kementerian, presiden, bupati, gubernur bahwa kita punya konstituen sendiri. Olehnya itu tidak ada lagi diskriminalisasi di daerah.
Dewan Pers Indonesia dikabarkan juga telah membuat surat pemberitahuan ke seluruh kementerian, presiden, bupati, gubernur bahwa kita punya konstituen sendiri. Olehnya itu tidak ada lagi diskriminalisasi di daerah.
“Makanya hanya lucu saja
jika masih ada hingga saat ini pegawai instansi dibawah naungan pemerintahan yang belum tahu jika saat ini Dewan Pers bukan lagi satu-satunya organisasi yng menangani perusahaan pers akan tetapi sudah ada Dewan Pers Indonesia (DPI) dan ini organisasi bukan abal-abal
tapi juga diakui,” kata Andi Ms Hersandy.
Untuk itu ia menyarahnkan kepada rekan-rekan Insan Pers
agar memberikan penjelasan kepada pihak Instansi yang berada dibawah naungan
Pemeritah agar tidak mendeskreditkan Perusahaan Pers yang tak mau ikut dengan
Dewan Pers dan lebih memilih Dewan Pers Indonesia. Mereka juga harus dijelaskan tentang Vrefikasi dewan Pers bahwa itu bukanlah suatu
persyaratan untuk bekerjasama dengan pihak Instansi Pemerintah maupun Swasta.
Media sejatinya hanya patuh dan tunduk kepada UU No.40 tahun
1999 tentang Pers yang selalu bersifat Independen. Selain itu Insan Pers taat pula pada Kode
Etik Jurnalistik. Persyaratan tentang
Media Pers telah tertuang dalam UU No. 40 tersebut, diantaranya Perusahan Pers
Memiliki badan hukum Akta Notaris, punya Alamat Redaksi dan ada
penanggung jawab dalam hal ini Pemimpin Redaksi.
Red: (MD)
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami