HR.Id - OJK mempunyai kelemahan pemisahan macroprudential lender of
the last di sektor perbankan, iuran jasa pelaku keuangan membebani konsumen
atau nasabah serta menurunkan efektivitas dalam fungsi pengawasan.
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Ketua Divisi Konsumen Dewan Pimpinan Pusat LIMIT, Suwardy Baharu,
Minggu 23/2/20 di Makassar.
Dia menyebutkan, pada dasarnya fungsi intermediasi terkait penyimpanan dan peminjaman dana ada di industri perbankan, sedangkan perdagangan instrumen keuangan bisa dilakukan di pasar modal. Tetapi, saat ini teknologi sudah bisa menjalankan kegiatan jasa keuangan itu di luar jalur perbankan maupun bursa.
Terlebih lagi saat Munculnya Otoritas Jasa Keuangan (OJL)
dianggap sebagai suatu angin segar bagi kalangan perbankan dan sejenisnya dan
tentunya buat Masyarakat yang membutuhkan jasa keuangan seperti Bank, Finance
dll.
Menurut Suwardi, telah disahkannya UU No. 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat Indonesia memiliki lembaga
independen baru dalam hal pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Terbentuknya OJK, membuat
kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas
Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan berpindah kepada OJK
“Sebagai salah satu sektor jasa yang sangat mengandalkan
kepercayaan dari beberapa pihak, seperti pada industri perbankan sangat
memiliki sensitivitas yang tinggi dalam pengelolaan bisnis Jasa Keuangan,” ujarnya
Ia menambahkan, “sensitivitas tersebut ditunjukkan dalam
respon pasar atas opini tertentu. Semakin baik opini terkait industri
perbankan, semakin positif pula respon pasar terhadap industri perbankan, dan
begitu pula sebaliknya.
“Apa yang menjadi harapan Konsumen masih jauh layaknya
antara Punggu merindukan bulan Seperti yang dapat saya Contohkan dan nyata
dalam 3 Tahun Terakhir ini, tidak sedikit keluhan yang berasal dari Nasabah
Bank yang dirugikan,” keluh Suwady.
Suwardy menegaskan, atas pengalaman 3 tahun ini,
Pemerintah RI menyadari betul betapa pentingnya pengawasan industri perbankan
guna menjaga citra dan nama baiknya
kedepan, sehingga diperlukan kerja keras OJK, namanya saja sebagai
otoritas perbankan dan jasa keuangan, harusnya mampu menunjukkan keseriusan
untuk melindungi para pemilik uang disetiap bank agar tetap terjaga dan
dirasakan langsung oleh Nasabah, yang hal ini sebenarnya sekaligus melindungi
iklim industri perbankan.
Lanjut Suwardy, masyarakat menyadari keberadaan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), memang baru seumur Jagung, tepatnya dibentuk dan diresmikan pada 16 Juli 2012.
Dengan usia 8 Tahun, saya kira cukup untuk belajar dan memahami dalam membela
dan mengawasi kepentingan antara Bank maupun konsumen dan tanpa perlu lagi
melibatkan Bank Indonesia (BI).
"Mau tidak mau, suka atau tidak" kata Suwardy,
OJK harus sadar untuk segera mengambil
sikap tegas terhadap bank yang menggelapkan uang Nasabah yang akhir-akhir ini
banyak terjadi di tanah air. Sebab dengan banyaknya kejadian yang merugikan
Nasabah, akhirnya Hal ini menjadi kekesalan tersendiri bagi DPP LIMIT, sebab
tidak sedikit surat kami yang masuk di Sekertariat OJK tanpa memperoleh kejelasan apalagi
penjelasan.
Jika OJK belum memiliki kemampuan maupun kesadaran dalam
melindungi konsumen bank, saya kira keberadaannya perlu ditinjau ulang, karena
tidak sedikit APBN setiap tahun yang diserap dalam kegiatan operasionalnya.
Pengusaha yang menggeluti bidang IT ini juga meyakini
jika setiap persoalan Konsumen Bank lalu semuanya harus melalui peradilan, maka
OJK tidak berguna sama sejalai. Lalu yang
menjadi pertanyaan untuk apa OJK hadir ditengah masyarakat,?
“banyak keluhan masyarakat perihal penanganan keluhan
konsumen atas tindakan bank yang dinilai lamban, berbelit dan tidak ada
kepastian, kemudian merugikan secara materi, lalu minimnya keterlibatan OJK
selaku regulator dalam masalah ini, lalu konsumen mau kemana,?” katanya
Disebutkan pula oleh Suwardy, “kami ada bukti jika
pengawasan yang dilakukan oleh OJK selama ini belum optimal, padahal berdasarkan Pasal 4 huruf (c) UU OJK, salah
satu tujuan dibentuknya OJK adalah melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.”
Suwardy mengakui bahwa Secara regulasi, sebenarnya
ketentuan perlindungan konsumen telah cukup baik, mengingat pengakuan dan
jaminan terhadap 4 (empat) hak dasar konsumen sudah masuk dalam sistem hukum
Negara Kita. Hal tersebut ditambah dengan lingkup kewenangan OJK yang cukup
komprehensif dalam hal pengawasan.
“Bentuk pengawasan perbankan dapat meliputi pengaturan
dan pengawasan baik dalam hal kelembagaan bank, kesehatan bank, prinsip
kehati-hatian dan pemeriksaan bank, realitasnya SDM nya masih minim,” tutup
Suwardy.
Red: Md
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami