Friday, October 11, 2019

Gerakan Radikal Diciptakan Intelejen 3 Negara Dengan Klaim Membentuk Negara Khalifah Baru Yang Disebut ISIS




“Isu gerakan radikalisme agama merupakan taman bermain bagi intelijen dan ini membahayakan masa depan agama,” ujar Prof. John L. Esposito, Guru Besar Studi Islam di Universitas Georgetown, Amerika Serikat.

Pernyataan Esposito bisa jadi benar. Menurut Karen Armstrong dalam The Batlle for God: Lewat badan intelijen, negara-negara di dunia sering menggunakan kelompok-kelompok keagamaan sebagai instrumen untuk memainkan kepentingan mereka. Kasus HAMAS (Gerakan Pertahanan Islam) di Palestina, menjadi salah satu contohnya.

“Israel pada awalnya mendukung HAMAS, sebagai cara untuk meruntuhkan PLO,” ujar perempuan yang dijuluki sebagai “Duta Besar Islam di Dunia Barat” tersebut.

Pendiri WikiLeaks Julian Assange memperkuat pendapat Karen Armstrong. Dalam suatu wawancara dengan sebuah surat kabar Argentina yang dikutip Russia Today, Assange mengatakan: “Jaringan kami mengungkapkan bahwa Israel selalu mendukung HAMAS terutama pada masa awal kelompok ini berkembang, tujuannya untuk memecah perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka.”

ISIS juga disinyalir sebagai organ yang dibentuk para agen Mossad (Badan Intelijen Israel), CIA (Badan Intelijen AS) dan M16 (Badan Intelijen Inggris). Berbagai kalangan mengakui hal tersebut, termasuk Edward Snowden, eks anggota NSA (Badan Keamanan Nasional AS) yang membelot ke Rusia.

Dirilis Global Research, sebuah organisasi riset media independen di Kanada, Snowden mengungkapkan bahwa satuan intelijen Mossad Israel dibantu dinas rahasia AS dan Inggris menciptakan gerakan radikal dengan klaim membentuk sebuah negara khalifah baru yang disebut ISIS.

Snowden mengungkapkan, badan intelijen dari tiga negara tersebut membentuk sebuah organisasi teroris untuk merangkul semua ekstremis di seluruh dunia. Mereka menyebut strategi tersebut dengan nama 'sarang lebah'.

Dokumen NSA yang dirilis Snowden menunjukkan bagaimana strategi sarang lebah tersebut dibuat untuk kepentingan zionis Israel dengan menciptakan doktrin yang memanipulasi ajaran Islam.

Berdasarkan dokumen tersebut, pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi dan sejumlah pentolan ISIS lainnya mendapatkan pelatihan khusus dari Mossad, Israel. Dilatih merumuskan doktrin teologis, taktik propaganda dan teknik cuci otak, mengorganisasikan aksi-aksi teror, dan sebagainya.


Di Indonesia, pemanfaatan kelompok-kelompok radikal oleh para agen rahasia sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Salah satunya adalah DI/NII (Darul Islam/Negara Islam Indonesia), gerakan yang menjadi cikal bakal adanya dua gerakan Islam radikal pada hari ini: Jamaah Islamiyah (JI) yang menginduk ke Al Qaidah dan Jamaah Anshar Daulah (JAD) yang berafiliasi kepada ISIS.

Kisah tersebut bermula dari kejadian pada 1 Agustus 1962, saat DI/NII memutuskan untuk mengakhiri pemberontakan mereka terhadap pemerintah Republik Indonesia yang sudah berusia 13 tahun. Keputusan itu dicetuskan oleh 32 tokoh dan ulama DI/NII (terdiri dari orang-orang terdekat Imam DI/NII S.M. Kartosoewirjo). Mereka antara lain Adah Djaelani, Danu Muhammad Hasan, Tahmid Rahmat Basuki, Dodo Muhammad Darda, Ateng Djaelani dan Djaja Sudjadi.

Ikrar kesetiaan terhadap pemerintah RI tidak sia-sia karena beberapa waktu kemudian pemerintah RI (lewat tentara) mengganjar mereka dengan berbagai “hadiah”. Untuk para eks kombatan DI/NII setingkat prajurit dan perwira disediakan modal usaha dan biaya untuk memulai hidup baru di wilayah transmigrasi. Sedangkan untuk para petingginya, mereka langsung dibina oleh Kodam Siliwangi dan dimodali untuk berbisnis.

“Seperti Ateng Djaelani dan Adah Djaelani, mereka dijadikan penyalur minyak tanah di Bandung dan Jakarta,” ujar Solahudin dalam buku 'NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia'.

Seiring perkembangan waktu, selanjutnya DI/NII bermetamorfosis menjadi sebuah gerakan bersenjata kembali. Sejak pertengahan tahun 1970-an, ruang lingkup perjuangan mereka tidak lagi hanya semata di Jawa, namun juga sudah meluas hingga Sumatera dan Sulawesi. Aksi-aksi DI/NII semakin militan, dan mulai berjejaring secara internasional, terutama setelah mereka mendirikan JI dan JAD.

Apakah mereka sudah terlepas dari skenario para agen rahasia? Dalam dunia intelijen, tak ada yang bisa menjawab dengan jelas.

Red: Media

Sbb: Samane.id
https://zamane.id//ragam/2154-bagaimana-isu-islam-radikal-jadi-permainan-intelijen-dan-membahayakan-agama

SHARE THIS

Author:

MARI MEMBANGUN KEBERSAMAAN, BERSAMA KITA BERJUANG

0 Please Share a Your Opinion.:

Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami

Hukum

Kesehatan

»

Serba Serbi