Tuesday, September 03, 2019

8 Orang Pengunjuk Rasa Mahasiswa Papua Ditangkap, Dituduh Makar



HarapanRakyat-Sudah Delapan orang Mahasiswa Papua ditetapkan sebagai tersangka makar setelah diduga melakukan Demonstrasi.  Dalam unjuk rasa itu mereka menyampaikan tuntutan kemerdekaan dengan mengibarkan Bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara pada Rabu (28/09/19).  Pihak kepolisian Polda metro jaya menyebutnya sebagai tindakan kejahatan terhadap keamanan negara.

Dialansir dari BBC News Indonesia, Minggu (01/09/). Argo Yuwono, sebagai juru bicara Polda Metro Jaya,  mengatakan penetapan status tersangka itu dilakukan setelah pihak polisi melakukan pemeriksaan yang bersandar pada bukti berupa video rekaman CCTV, foto, dan Bendera Bintang Kejora yang dikibarkan di depan Istana.

"Jadi negara Indonesia sebagai negara hukum, setiap kegiatan masyarakat yang melanggar hukum ada sanksinya," ujar Argo kepada 

Dia juga mengatakan, delapan tersangka itu akan ditahan selama 20 hari di Mako Brimob Depok dengan sangkaan Pasal 106 dan atau 110 KUHP dimana ancaman hukumannya 20 tahun kurungan atau penjara seumur hidup.

Namun demikian, pendamping hukum para tersangka dari LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menyebut tuduhan Pasal Makar kepada kliennya tidak tepat. Sebab tindakan makar harus disertai dengan serangan, padahal apa yang dilakukan kliennya pada saat itu di depan Istana Negara adalah bagian dari menyampaikan pendapat.

"Itu (unjuk rasa) spontan saja. Karena aksi di depan Istana adalah respon atas perlakuan yang sangat merendahkan terhadap rekan-rekan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.  Jadi begitu video (rasial) itu tersebar, ya aksi itu dilakukan mendadak," ujar Nelson Nikodemus

Lebih jauh Nelson berpendapat, Pasal Makar merupakan pasal karet yang kerap diterjemahkan "dengan seenaknya" oleh penegak hukum. Ia mencontohkan sejumlah kasus dimana warga Papua yang meneriakkan kata merdeka atau referendum, langsung dikenakan pasal tersebutt, padahal makar dalam terjemahan bahasa Belanda diartikan sebagai serangan.

"Makar itu artinya adalah aanslag atau serangan. Misalnya dengan pakai senjata api, senapan serbu, kemudian banyak orang ingin memisahkan diri dari NKRI dengan dia menyerang kantor pemerintahan untuk sebagian wilayah untuk lepas atau terpisah. Yang jadi masalah, apakah meneriakkan merdeka atau mengibarkan Bendera Bintang Kejora dapat dikatakan suatu serangan? Dan itu menjadi perdebatan selama ini tentang arti kata makar." ucapnaya

Masih dari kutifan BBC News Indonesia, Peneliti kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elizabeth, menilai penangkapan dan penetapan tersangka terhadap tujuh mahasiswa Papua atas tuduhan makar, bisa memperkeruh situasi di Papua. Apalagi aksi unjuk rasa terus berlangsung sepanjang dua pekan ini di sejumlah kota di antaranya Wamena, Jayapura dan Deiyai, Papua.

"Memang bisa memperkeruh suasana. Terutama situasi di Papua hari-hari ini belum membaik. Jadi ini kayak cerita bersambung dan saling mempengaruhi. Kalau sekarang ada tuduhan (makar), mohon diproses dengan adil dan tidak perlu berlebihan," ujar Adriana 

Yang ia khawatir, aksi penangkapan dan penersangkaan ini akan berbuntut pada unjuk rasa yang lebih besar. Sebab warga Papua akan kembali melihat ada ketidakadilan.

"Nah dengan penangkapan ini, antara mengikuti prosedur yang dijalankan dengan memperhitungkan kondisi, ini (aksi) akan meluas nih. Sementara ada skenario membuat rusuh, jadi mohon itu dipertimbangkan. Jangan kebijakan yang dijalankan jadi dipolitisasi," jelasnya.

Menurut Adriana, teriakan "merdeka" atau "referendum" bukan kali pertama disuarakan warga Papua. Sehingga, kata dia, aparat dan pemerintah semestinya menangkap pesan di balik seruan tersebut.

"Kalau yang berteriak merdeka, pasti ada. Dari dulu juga teriaknya sama. Nah yang harus ditangkap tuh esensinya apa."

Sementara mengenai Bendera Bintang Kejora yang disebut polisi sebagai bagian dari tindakan kejahatan terhadap keamanan negara, menurut Adriana, berlebihan. Ia lebih setuju menyebut bendera itu adalah "bendera kultural" seperti yang pernah disampaikan mantan presiden Abdurrahman Wahid.

"Di zaman Gus Dur kan sudah diakui begitu. Tapi kemudian direduce dan dibilang itu adalah simbol-simbol makar. Sekarang saya balik bertanya, kalau semua mahasiswa Papua mengibarkan bendera itu dan meneriakkan merdeka, mau ditangkap semua? Itul loh maksud saya."

Berikut Tujuh mahasiswa Papua dan seorang juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) yang telah berstatus tersangka itu yakni Carless Kossay, Anes Tabuni, Ambrosius Mulait, Naliana Wasiangge, Wenebita Wasiangge, Norince Kogoya, dan Surya Anta.


Awalnya Dua mahasiswa Papua bernama Charles Kossay dan Dano Anes Tabuni yang ditangkap secara represif di Asrama Lani Jaya, Depok, Jawa Barat pada Jumat (30/8/2019) malam, kemudian Para Mahasiswa  melakukan unjuk rasa di depan Polda Metro Jaya, sebagai aksi solidaritas menunut pembebasan Dua rekannya yang ditahan.  Saat itu beberapa orang diundang kedalam (Kantor Mapolda) oleh pihak kepolisian sebagai perwalikan, akan tetapi Polisi lantas menangkap Dua orang perwakilan Mahasiswa Papua yakni  dan menetapkannya sebagai tersangka pada saat itu juga.

Sedang penangkapan ketiga dilakukan oleh aparat gabungan (TNI dan Polri) terhadap 3 orang perempuan, pada 31 Agustus 2019 di kontrakan mahasiswa asal Kabupaten Nduga di Jakarta. Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi.

Selanjutnya pada  hari Sabtu, 31 Agustus 2019 sekitar pukul 20.30 Surya Anta ditangkap oleh 2 orang polisi yang berpakaian preman di Plaza Indonesia. Ia kemudian dibawah ke Polda Metro Jaya. Saat penangkapan, polisi menjelaskan pasal yang disangkakan adalah juga pasar makar terkait Papua.

Dikabarkan Amnesty International Indonesia mengecam penangkapan delapan mahasiswa Papua yang dilakukan di Jakarta dan Depok dalam dua hari tertsebut. Apalagi, sejumlah mahasiswa ditangkap saat aksi damai yang mereka lakukan di depan Gedung Polda Metro Jaya. Mereka menyayangkan tindakan kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap mahasiswa asal Papua yang mengekspresikan pandangannya secara damai dijerat dengan pasal yang sangat serius yaitu makar dan melakukan kejahatan negara.

Red: Andi  


Sebelumnya, dua mahasiswa Papua bernama Charles Kossay dan Anes Tabuni ditangkap secara represif di Asrama Lani Jaya, Depok, Jawa Barat pada Jumat (30/8/2019) malam

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Tangkap 2 Lagi Mahasiswa Papua", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/31/19563351/polisi-tangkap-2-lagi-mahasiswa-papua.
Penulis : Vitorio Mantalean
Editor : Egidius Patnistik

Sebelumnya, dua mahasiswa Papua bernama Charles Kossay dan Anes Tabuni ditangkap secara represif di Asrama Lani Jaya, Depok, Jawa Barat pada Jumat (30/8/2019) malam. Keduanya dituduh makar lantaran mengibarkan bendera bintang kejora dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Rabu (28/8/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Tangkap 2 Lagi Mahasiswa Papua", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/31/19563351/polisi-tangkap-2-lagi-mahasiswa-papua.
Penulis : Vitorio Mantalean
Editor : Egidius Patnistik

Sebelumnya, dua mahasiswa Papua bernama Charles Kossay dan Anes Tabuni ditangkap secara represif di Asrama Lani Jaya, Depok, Jawa Barat pada Jumat (30/8/2019) malam. Keduanya dituduh makar lantaran mengibarkan bendera bintang kejora dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Rabu (28/8/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Tangkap 2 Lagi Mahasiswa Papua", https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/31/19563351/polisi-tangkap-2-lagi-mahasiswa-papua.
Penulis : Vitorio Mantalean
Editor : Egidius Patnistik

SHARE THIS

Author:

MARI MEMBANGUN KEBERSAMAAN, BERSAMA KITA BERJUANG

0 Please Share a Your Opinion.:

Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami

Hukum

Kesehatan

»

Serba Serbi