Wednesday, August 28, 2019

Layanan Astinet dan Ubiqu Tetap Berfungsi Meskipun Pembatasan Jaringan Internet Berlangsung Di Papua



HarapanRakyat-Pemerintah memblokir jaringan internet di Papua dan Papua Barat sejak Rabu, 21 Agustus 2019. Pemerintah beralasan untuk memulihkan ketertiban di Tanah Papua. Pemerintah mengklaim pemblokiran data internet di Papua untuk kepentingan dan kebaikan bersama masyarakat Indonesia, disebakan banyaknya berita hoax dan mengadu domba di jejaring SOSIAL.

Namun terkait dengan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Rudiantara, mengaku bahwa pembatasan terhadap data akses internet di Papua dan Papua Barat bukan hanya diputuskan oleh Kemkominfo saja, dan juga tidak dilaksanakan secara menyeluruh di Papua.

Pemerintah mendeteksi , saat ini ada 230 Unifrom Resource Locator atau URL yang menyebarkan hoaks di dunia maya soal persoalan di Papua. Padahal, kisruh yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu sudah redah.

Menkominfo Rudiantara menjelaskan bahwa dari lebih 230 ribu URL yang menyebarkan hoaks di dunia maya, di mana yang paling masif ialah melalui media sosial Twitter.

Di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada hari Senin (26/8/2019), Menteri Komunikasi dan Informatikan (Menkominfo), Rudiantara mengatakan ke para awak media bahwa "Kalau dari sisi dunia nyata memang tidak ada demo lagi. Tapi di dunia maya ada 230 ribu URL yang memviralkan hoaks. Saya ada catatannya," 

Pemblokiran internet pada mulanya hanya terjadi pada paket data Telkomsel yang diawali dengan sedikit sinyal. Sedangkan untuk Indihome Telkom masih lancar. Tapi sejak Minggu, 25 Agustus waktu Papua, semua jaringan benar-benar off. Akibatnya, para pengguna internet juga  para wartawan di Papua dan Papua Barat kesulitan bekerja. 

Jaringan Indihome sejak senin siang (26/08) tak lagi bisa dsimanfaatkan dengan sempurna,  Walaupun masih bisa melakukan ping koneksi internet, namun dirasakan tidak bisa berselancar di dunia maya dengan mulus tanfa Buffaring.

Pengguna layanan Astinet yang merupakan layanan premium milik Telkom masih bisa mengakses internet hingga saat ini.  Namun begitu pegiat internet di Papua mempertanyakan apakah layanan Astinet akan terus bertahan hingga kebijakan pembatasan internet selesai ataukah akan bernasib sama seperti Indihome.

Selain layanan Astinet, layanan internet lainnya yang bisa digunakan di Nabire adalah layanan melalui satelit (VSAT).

Salah satu penyedia layanan VSAT di Nabire, Ubiqu, hingga saat ini tidak terpengaruh dengan kebijakan pembatasan internet di Nabire. Bahkan layanan Ubiqu mensupport beberapa warnet yang ada di Nabire seperti Glory Net yang berlokasi di Kali Harapan.

Namun untuk menikmati layanan Astinet maupun VSAT, warga Nabire perlu merogoh kocek lebih banyak dibanding layanan biasanya seperti layanan data Telkomsel maupun Indihome. Sehingga warga terpaksa memilih warnet untuk mengakses internet.

Sementara itu para awak media yang berada di Papua dan Papua barat menyebutkan, sejumlah kantor koran dan media online lumpuh karena wartawan di lapangan tidak bisa mengirimkan berita dan redaktur tidak bisa memeriksa email dan pesan WA atau Telegram mereka. Bahkan para koresponden Media nasional yang bertugas di Papua dan Papua Barat, sama sekali kesulitan untuk mengirimkan laporan reportase mereka dari lapangan ke kantor Redaksi mereka masing-masing di Jakarta. 

Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua Barat, Chanry Suripatty pada Selasa (27/8/2019) mengungkapkan bahwa Sejak pembatasan hingga pemblokiran paket data internet Telkomsel di Papua dan Papua Barat, para wartawan berusaha mencari sinyal internet di beberapa WiFi corner dan cafe yang mempunyai sinyal internet, namun sayangnya sinyal internet tak berfungsi sama sekali.


Berdasarkan kondisi yang dialami para awak media IJTI Papua barat membuat pernyataan untuk disampaikan ke pemerintah agar diperhatikan.  Beberapa pernyataan yang dimaksud ( dikutif dari sindonews.com ) sebagai berikut: 

1. Pers tidak berfungsi di Papua karena pemerintah memblokir jaringan internet.

2. Tindakan pemerintah yang sepihak mematikan internet dalam penanganan kasus Papua telah melanggar Pasal 28 F UUD 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak memperoleh dan menerima informasi serta pasal 19 tentang Deklarasi HAM, yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari dan menerima informasi. Namun pemerintah pusat seolah-olah tidak mengindahkan gugatan tersebut.

3. Pers beraktivitas melalui aturan yang berbeda dari media sosial. Jika pemerintah beralasan pemblokiran internet untuk mengurangi dampak hoaks di media sosial, mestinya pemerintah juga mempertimbangkan dampaknya kepada pers.

4. Jurnalis di Papua dan Papua Barat dalam pemberitaan terkait dalam penanganan kasus Papua telah berusaha menjalankan sesuai kode etik jurnalistik dan undang-undang pers.

5. Untuk meredam konflik di Papua dan Papua Barat, jurnalis telah mengedepankan prinsip-prinsip jurnalisme damai.

6. Jika keputusan harus diambil, pemerintah mesti membantu pers di Papua dengan pelayanan internet alternatif agar mereka tetap bisa bekerja melayani publik di bidang informasi dan kontrol sosial. Tentu terlebih dulu berkoordinasi dengan pemimpin-pemimpin redaksi media di Papua dan Jakarta, dan bisa melibatkan Dewan Pers.

7. Pemerinah mesti mengajak pers berunding, meminta maaf telah mengganggu, dan menghormati kelancaran kerja pers seperti diamanatkan dalam UU Pers, yaitu menjamin kemerdekaan pers.


8. Pers zaman sekarang tidak akan merdeka atau bebas jika internet ke meja redaksinya diputus.

9. Meminta Kementerian Informasi dan Komunikasi dalam hal ini Menkominfo untuk segera membuka kembali akses internet di Papua dan Papua Barat, dimana saat ini kondisi di Papua dan Papua Barat sangat kondusif.

Red: Ams

SHARE THIS

Author:

MARI MEMBANGUN KEBERSAMAAN, BERSAMA KITA BERJUANG

0 Please Share a Your Opinion.:

Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami

Hukum

Kesehatan

»

Serba Serbi