Friday, March 08, 2019

Benarkah Mabes Polri Menjadi Pabrik Hoax Nasional ?

HarapanRakyat - Badan Pengawas Pemilu mensinyalir adanya upaya sistematis, terstruktur dan masif dengan penyebaran berita bohong yang ujungya hendak mendeletimasi penyenggara pemilu.  Sebagai contoh kasus hoax tujuh kontainer yang sudah tercoblos untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, belum lama ini, serta baru-baru ini, soal larangan azan dan legalisasi LGBT di Karawang, Jawa Barat.
Mochamad Afifudin
Dkutif dari Kabar Petang tvOne, beberapa waktu lalu, menyebutkan ada tujuh klasifikasi hoax yang tersebar di masyarakat. Hoax ini tidak ada niat jahat, namun bisa mengecoh.
Ketujuhnya yaitu;

Kesatu, satir / parodi.
Kedua, false connection atau judul berbeda dengan isi berita.
Ketiga false context atau konten disajikan dengan narasi konteks yang salah.
Keempat, misleading content atau konten dipelintir untuk menjelekkan.
Kelima, imposter content atau tokoh publik dicatut namanya.
Keenam, manipulated content atau konten yang sudah ada diubah untuk mengecoh.
Ketujuh, fabricated content atau 100 persen konten palsu.
 
Kemudian, untuk periode Januari-Februari 2019, terdapat 81 konten hoax yang membahas soal pemilu, dan sebanyak 19 konten hoax soal politis. Adapun jumlah kampanye hitam terhitung sejak September 2018 hingga Januari 2019 mencapai 1.257.

menurut Bawaslu Ketika ditanya mengenai apa yang menjadi dasar penyebaran hoax sistematis, terstruktur dan masif

"Pertama dari sisi jumlah dan konten yang menyebar itu kelihatannya tidak mungkin dilakukan dengan perencanaan yang tidak matang," jawab M afifuddin salah seorang anggota Bawaslu.

Menurur Mustofa Nahyawardaya seorang partisi media sosial mengatakan bahwa sebenarnya ada tiga penyebar hoax, yang pertama Produsen, Kedfua Peng-Uploud dan Pengedar.  Biasanya yang misterius itu adalah produsen.  Bahkan ia mensinyalir atau menduga  bahwa pihak Mabes Polri sebagai Produsen Hoax.  Ini diketahuinya  karena Akun twitter @Opposite6890 mengunggah beberapa video dengan narasi 'polisi membentuk tim buzzer 100 orang per polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari polres hingga mabes'. Akun itu menyebut ada akun induk buzzer polisi bernama 'Alumni Sambhar' yang beralamat di Mabes Polri.

Akun Instagram @AlumniShambar juga disebut mem-follow hanya satu akun, yaitu akun Instagram milik Presiden Joko Widodo, sehingga polisi disebut tidak netral karena mendukung calon presiden petahana.

Ia juga menganalisis sebuah aplikasi APK SAMBHAR yang menggunakan alamat IP milik Polri. Aplikasi itu disebut wajib diinstal oleh para buzzer polri di perangkat android masing-masing.

Sementara itu pihak Polri menepis tudingan di media sosial yang menyebut Polri memiliki pasukan buzzer yang mendukung Joko Widodo (Jokowi) di Pemilu 2019. Polri akan menyelidiki penyebar informasi itu.
Menanggapi hal itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan apa yang di-posting @Opposite6890 tidak benar.
"Tidak benar," tegas Dedi saat dimintai konfirmasi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2019), dilansir detikcom.
Dedi menuturkan pihaknya akan menyelidiki penyebar informasi tersebut dan akan berkoordinasi dengan Direktorat Siber Bareskrim Polri.
"Saya akan mengkomunikasikan ini dengan Dirsiber Bareskrim (Brigjen Albertus Rachmad Wibowo). Nanti Direktorat Siber akan menyelidikinya," tegasnya

Red. Alf

SHARE THIS

Author:

MARI MEMBANGUN KEBERSAMAAN, BERSAMA KITA BERJUANG

0 Please Share a Your Opinion.:

Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami

Hukum

Kesehatan

»

Serba Serbi