HarapanRakyat - Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Said Didu menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai
pembohong besar. Alasannya, karena Jokowi dianggap mengingkari janji yang
disampaikan pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014-2019 lalu.
"Janji kampanye kalau dilaksanakan dan tidak
tercapai itu bukan kebohongan, tetapi kalau tidak dilaksanakan atau malah
melaksanakan hal yang sebaliknya itu kebohongan," ujar Said saat
menghadiri diskusi Jejak-jejak Kebohongan Jokowi di Sekretariat Nasional
Prabowo-Sandiaga, Selasa (22/1).
Said mengungkapkan Jokowi pernah menyatakan tidak akan
impor pada saat kampanye dulu. Kemudian, Jokowi juga berjanji tidak akan
menambah utang. Dalam perjalanannya, Indonesia masih mengimpor barang dan jasa
dari negara lain. Tercatat, impor sepanjang tahun lalu mencapai US$188,63
miliar.
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah
hingga akhir tahun lalu mencapai Rp4.418,3 triliun. Total utang tersebut
bertambah Rp423 triliun atau naik 10,5 persen dibanding posisi akhir 2017
sebesar Rp3.995,25 triliun.
Berdasarkan data
APBN yang dipublikasikan Selasa (22/1), utang pemerintah masih didominasi oleh
surat berharga negara yang mencapai Rp3.621,69 triliun. Jumlahnya bertambah
Rp363 triliun dibanding posisi akhir tahun lalu sebesar Rp3.248,93 triliun.
Sementara utang dalam bentuk pinjaman tercatat mencapai
Rp805,62 triliun, tumbuh 8,8 persen dibanding akhir 2017 sebesar Rp740,54
triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, selama empat tahun
pemerintahan Jokowi, utang pemerintah bertambah Rp1.814,66 triliun menjadi
Rp4.416,37 triliun sampai akhir September 2018.
"Soal tidak akan utang dan impor pangan adalah
bohong besar," ujarnya.
Tak ayal, Said mengaku heran saat melihat pendukung
Jokowi tetap memberi dukungan meski pemimpinnya melakukan hal yang bertolak
belakang dari janji yang pernah diucapkan.
"Hanya orang tidak waras yang bertepuk tangan soal
dua kejadian yang berbeda," ujarnya.
Di sisi lain, Said menyebut Jokowi melakukan pencitraan
dengan memanfaatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Misalnya melalui program
Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga yang dibebankan kepada PT Pertamina
(Persero).
Dalam program ini, badan usaha harus ke daerah terpencil
dan menjual minyak Solar dan Premium dengan harga eceran yang sama dengan yang
dijual di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Padahal, lanjut Said, program tersebut seharusnya
menggunakan anggaran negara. Kalaupun menggunakan anggaran Pertamina,
pemerintah memiliki kewajiban untuk mengganti sesuai ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang BUMN.
Redaksi:
Sbr. cnn.com
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami