HarapanRakyat - Mengapa kasus-kasus yang dianggap
penghinaan saat ini banyak dilaporkan ke Polisi dan akhirnya sampai ketangan
Jaksa penuntut. Tapi mengapa ini hanya
berlaku bagi pihak Penguasa dan tidak berlaku bagi yang tidak mendukung
penguasa begitu banyak yang terdengar suara-suara rakyat.
Kita tahu saat ini, penghina-penghina para ulama,
penghina, penghina Prabowo, penghina-pengina Anggota DPRD opossisoi bahkan
sampai terjadi pengancaman dan Persekusi akan tetapi pihak yang berwajib tidak
menanggapinya dengan serius, bahasa-bahasa seperti tak asing lagi di media sosial.
Lihat kasus Juara Seherman alias Kembar (29) warga Desa Suka Beras, Perbaungan, Serdang Bedagai (Sergai) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (22/1).
Dia didakwa melanggar UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) karena menghina Pesiden Joko Widodo di laman Facebook
pribadinya.
"Terdakwa Juara Seherman alias Kembar di muka umum
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah
Indonesia," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Silaban membacakan dakwaan di
hadapan majelis hakim seperti yang dikutif di halan entry cnn.com
JPU menyebutkan perbuatan itu dilakukan terdakwa pada 21
April 2018. Menggunakan akun Fabebook 'Kocu Tato' miliknya, dia mengunggah
tulisan 'Hanya orang kafir dan PKI lah yang memilih jokowi' di grup facebook
'Jokowi Presiden RI 2019'.
Selanjutnya, pada 25 September 2018, terdakwa juga
mengunggah kalimat penghinaan di dinding akun facebooknya. Dia menuliskan
"Taik sama pemerintahan sekarang bukannya mensejaterahin rakyatnya malah
mencekik rakyatnya, Dasar jokon***."
Terdakwa juga mengunggah 'Jokowi harus kita lengserkan,
Indonesia gak butuh pemimpin yang penipu yang takut dengan janda'.
Jika ditelah dari bahasa yang dilontarkan ini masih tdak
terlalu pedas bila dibandingkan dengan kata-kata penghina oposisi. Tapi ini adalah Penomena dan ujian bagi sang
penegak hukum untuk segera berbuat adil meskipun keadilan itu sangat sulit
untuk didapatkan. Bahwa memang terkadang
si Pemberi keadilan takut akan kehilangan jabatan yang akhirnya memutuskan
ketidak adilan untuk orang lain dan pasti untuk dirinya sendiri.
Kembali ke kasus di medan ini, menurut JPU, terdakwa telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 154 KUHP jo Pasal 28 ayat (2) Pasal 45A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Seusai mendengarkan dakwaan JPU, persidangan diketuai
Achmad Sayuti itu dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi. JPU
menghadirkan saksi yakni Sastra, selaku Ketua DPD Banteng Muda Indonesia Sumut,
yang mengirim surat keberatan atas unggahan terdakwa itu ke Polda Sumut. Ketua DPD Banteng muda inilah yang melaporkan tersangka ?..
0 Please Share a Your Opinion.:
Diharap Memberi Komentar Yang Sopan & Santun
Terimakasih Atas Partisipasi Mengunjungi Web Kami